JAKARTA – Siap tidak siap, kurikulum 2013 akan mulai diterapkan pada tahun ajaran ini. Dalam penerapannya, kurikulum baru tersebut menekankan peranan guru bimbingan konseling (BK) yang semakin tinggi.
Demikian diungkapkan Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang (Unnes) Mungin Eddy Wibowo dalam Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling besutan Jurusan BK Unnes, belum lama ini. Dia menyebut, tantangan yang harus segera diluruskan adalah seharusnya guru BK di sekolah merupakan konselor yang mendidik, bukan dianggap sebagai “polisi sekolah” atau momok yang ditakuti oleh siswa.
“Peran guru BK dalam implemetasi kurikulum 2013 akan semakin penting. Pasalnya di tingkat SMA sederajat, penjurusan ditiadakan, diganti dengan kelompok peminatan,” kata Mungin, seperti disitat dari situs Unnes, Senin (6/5/2013).
Menurut Mungin, dengan diberlakukannya kelompok peminatan, maka guru BK memiliki tugas untuk memberikan pendampingan secara intensif kepada siswa. Diharapkan, siswa dapat memilih sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya.
“Dengan adanya program kelompok peminatan, maka peran dan tugas guru BK semakin besar. Karena sejak awal masuk, siswa harus diarahkan sesuai dengan bakat, minat, dan kecenderungan pilihannya,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia menegaskan, ke depan, peran dan tanggungjawab guru BK terhadap siswa SMP juga harus lebih nyata. Sebab, guru BK harus mulai mengamati dan mendampingi anak sejak kelas satu.
“Harus dilihat dan dampingi, anak tersebut senang dan minat pada mapel apa. Untuk mengarahkan studi lanjutannya, ke SMA atau SMK,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (Abkin) itu.
Ketua Panitia Seminar Sri Hartati menyebut, perubahan dan penyempurnaan kuriukulum adalah hal yang lumrah. Namun, persepsi yang berkembang di masyarakat dan isu-isu yang mengemuka mengakibatkan keresahan, kebingungan, dan bahkan kepanikan termasuk bagi guru BK.
“Seminar nasional ini diusahakan tidak hanya sebatas teoritis belaka, tapi bagaimana menyusun rencana aksi yang berbasis pada peminatan siswa. Dengan demikian peserta dapat mengetahui bagaimana guru BK memberikan pendampingan dan arahan kepada siswa secara berkelanjutan, bagaimana guru BK mengidentifikasi apa yang diminati dan masalah yang dihadapi siswa, serta bagaimana metode monitoring dan konseling yang seharusnya dilakukan sesuai kurikulum baru ini,” urai Tatik.